Segelas minuman memabukan tersebut dijual dengan harga Rp 10.000 dan satu liternya seharga Rp 38.000.Bagi yang jarang meminum,satu gelas saja sudah cukup untuk membuat kepala terasa pusing.Santoso mempekerjakan tiga orang pria bertubuh tambun sebagai pegawai,sedangkan sang pemiliki merupakan seorang wanita yang dilihat dari fisiknya sudah memasuki kepala 4.
Sang pemilik sendiri menolak untuk diwawancari,namun berdasarkan keterangan salah seorang pelayannya sebut saja N mengatakan bahwa selama ini banyak pengunjung yang datang karena Santoso memiliki campuran dan aroma seperti ginseng yang tidak bisa dijumpai di tempat mana pun di Jogja.Ia menambahkan di warung tempatnya bekerja sangat jarang terjadi kerusuhan yang diakibatkan penunjung yang mabuk."Aman Mas,jarang ada yang rusuh",lanjutnya.
Malam semakin larut namun pengunjung yang datang tak juga berhenti,beberapa bahkan tidak mendapatkan tempat duduk dan memilih lesehan di sebelah warung.Pesona Santoso begitu besar bagi para penggemar kuliner alkohol ini.Namun yang terpenting adalah faktor keamanan,selama ini santoso aman untuk dikonsumsi sehingga para pelanggan tidak takut untuk kembali,setidaknya begitu menurut Jati,seorang pengunjung yang masih berusia 19 tahun."Kalo ga dicampur macam-macam Santoso tidak berbahaya,bahkan setelah minum badan rasanya enak",ujarnya.Meski demikian sejatinya minuman Santoso tetap berbahaya karena selama ini tidak pernah diuji kelayakan mau pun kadar alkoholnya.
Demi menjaga eksistensinya,Santoso membatasi jam buka,yang hanya sampai pukul 11 malam saja dan tutup selama bulan Ramadhan.Lebih lanjut lagi warung Santoso ini aman dari grebekan polisi mau pun ormas,,enurut salah satu sumber yang tidak mau disebut namanya,Santoso ini memiliki kerjasama dengan aparat sehingga relatif aman dari penggrebekan.
Nasi Gandul Kuliner Khas Pati, di Jogja
Rabu, 12 Januari 2011
(ADHITYA PANDU MURTI /153070228)
Sekarang, pemandangan seperti itu sudah passe. Di areal check in bandara Polonia, Medan, kita akan melihat ratusan boks Bolu Gulung Meranti atau Bika Ambon Zulaikha (dan merk-merk lain). Di Makassar, kita juga melihat banyak penumpang membawa termos plastik besar berisi kepiting saus padang dari beberapa Restoran.
Hampir setiap kota Indonesia kini memiliki industri oleh-oleh – baik makanan kering maupun basah – dalam skala ekonomi yang cukup besar. Orang tidak lagi sekadar menenteng satu besek berisi sepuluh lumpia, melainkan membeli beragam oleh-oleh yang dikemas dalam dus besar dan dibawa terbang sebagai bagasi.
Di kawasan Pasar Genteng, Surabaya, juga di ruas jalan utama Sidoarjo, misalnya, banyak sekali toko yang khusus menjual oleh-oleh. Mulai dari berbagai jenis krupuk, trasi, petis, dan jajanan lain. Di bagian lain, ada pula yang menjual bandeng asap dan lidah sapi asap. Setiap pembeli membelanjakan ratusan ribu rupiah untuk oleh-oleh yang akan dibawa pulang dan dibagikan kepada kerabat dan handai taulan.
Palembang, Jambi, Pangkalpinang, dan Tanjungpandan juga merupakan kota-kota dengan industri krupuk dan kemplang yang sangat populer sebagai oleh-oleh. Keempat kota ini punya pempek dan otak-otak istimewa yang sering diincar para pembelanja oleh-oleh. Selain itu, toko-toko oleh-oleh di Pangkalpinang dan Tanjungpinang juga punya andalan lain: sambalingkung (abon dari ikan laut), trasi, dan kulat pelawan (jamur khusus yang enak dimasak kari).
Bayangkan, bila setiap penumpang pesawat terbang menenteng satu kemasan oleh-oleh dari setiap bandara pemberangkatan, berapa nilai ekonomi baru yang dapat dibangkitkan? Apalagi bila dipikirkan pula sistem produksinya secara bertingkat agar menguntungkan para pelaku ekonomi golongan kecil dan menengah. Ekonomi rakyat di bidang kuliner adalah kekuatan kita sejak dulu.
Industri oleh-oleh merupakan subsektor ekonomi yang sangat khas Indonesia. Di bagian dunia lainnya, jarang sekali saya melihat fenomena ini. Di Amerika Serikat, misalnya, beberapa kota besar memiliki ikon kuliner yang cukup populer. Tetapi, hampir semuanya merupakan makanan yang harus disantap di tempat. Takeaway hanya sebatas membawa makanan dari restoran ke rumah, bukan dari satu kota ke kota lain. Hal yang sama juga berlaku di Eropa. Bahkan di negara-negara Asia yang lain pun saya belum melihat tradisi berbelanja oleh-oleh seperti di Indonesia.
(ADHITYA PANDU MURTI /153070228)
"Semenjak Merapi meletus dahsyat pada Kamis (4/11) malam lalu, warung makan kami sepi pengunjung karena banyaknya debu dan sebagian orang banyak yang mengungsi," kata Triyono salah seorang pemilik warung makan di kawasan tersebut.
Ia mengatakan, dampak letusan Merapi ini sempat membuat warung makan ini tutup selama tiga hari, karena banyaknya debu di sepanjang jalan Kaliurang, Kabupaten Sleman.
"Kami memang sengaja menutup warung selama tiga hari, selain dampak letusan yakni debu vulkanik, juga kondisi pembeli yang sangat sepi, kalaupun dipaksa untuk dibuka, takutnya makanan yang dijual tidak laku," katanya.
Yogyakarta merupakan salah satu kota yang berpredikat istimewa yang dimiliki oleh Indonesia. Aneka ragam budaya dan masakan banyak terdapat di profinsi yang juga dijuliki sebagai kota pelajar ini. Tidak semua kalangan masyarakat kota Yogyakarta selalu menginginkan makanan yang serba enak dan mahal. Sesuatu yang bernuansa merakyat dan sederhana justru menjadi salah satu daya tarik dari kota Yogyakarta.
Angkringan merupakan tempat makanan sederhana yang banyak kita temukan di pinggiran jalan kota Yogyakarta, mulai dari pinggiran jalan kota hingga gang-gang sempit di tengah pemukiman padat penduduk. Warung sederhana yang hanya beratapkan tenda ukuran 3x4 meter ini merupakan salah satu tempat favorit bagi sebgaian kalangan.
“Untuk mahasiswa seperti kami ini, warung angkringan merupakan tempat favorite”, ungkap Nanang (22), sebagai salah satu pelanngan yang juga mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional (UPN) ‘Veteran’ Yogyakarta kepada Sendok Garpu, Selasa (11/01/2011).
Nasi sambel, aneka macam sate, gorengan, serta berbagai wedang menjadi menu andalan yang dimiliki Angkringan. Tidak hanya itu, angkringan juga menyediakan masakan mie instan yang bila dibandingkan dengan warung-warung makanan yang lain harganya jelas lebih murah.
“Cirikhas angkringan ya seperti ini, nasi kucing, gorengan, sate-satean dan wedang”, kata salah satu pedagang angkringan, Yanto (38), yang berjualan di sepanjang Jl.Selokan Mataram, Yogyakarta.
Warung yang sebgaian orang juga menyebutnya dengan ‘Tenda Tiga Ceret’ ini mulai mengepakkan tendanya mulai dari pukul 09.00 pagi hingga sore hari sekitar pukul 16.00. Ada juga pedagang angkringan yang mulai buka sore hari dan mulai tutup pada dini hari sekitar pukul 01.00.
Ada yang unik dari fenomena maraknya angkringan ini, mauyoritas pedagangnya berasal dari daerah kecamatan Bayat (Klaten) dan Wonosari (Gunung Kidul, Yogyakarta). Para warga pedagang angkringan asal kedua kota tersebut tidak hanya menyebar di beberapa wilayah Yogyakarta saja, tetapi juga wilayah lain seperti Klaten, Solo, Semarang,dan Sragen.
Apabila anda ke Yogyakarta, warung makan sederhana seperti inilah yang perlu anda rasakan sensasi merakyatnya. Warung yang hanya bertendakan sebuah terpal dan bermodalkan senthir (teplok) sebagai alat penerangannya, ya itulah Angkringan.
Feature ( Ilyas Istianur P / 153070209)
Sejumlah mahasiswa yang sedang menempuh kuliah di kota Yogyakarta mulai merasakan dampak dari melonjaknya harga sembako belakangan ini. Akibatnya, para mahasiswa kerap memprotes beberapa penjual makanan karena harga dan porsi makanan dikurangi.
Hal ini terlihat di salah satu warung penyetan yang berada di Jl.Babarsari, Catur Tunggal, Sleman, Yogyakarta. Dede (25), salah satu pembeli yang mengeluhkan hal tersebut terlihat mengembalikan makanan yang sudah dia pesan .
“Masa harganya naik dan porsinya juga dikurangin, klo kaya gini kan saya sebgai pembeli juga sedikit kecewa”, ungkap Dede kepada Sendok Garpu, Senin malam (10/01/2010).
Dede juga mengungkapkan bahwa dirinya sebenarnya juga tahu terkait melonjaknya harga sembako yang terjadi belakangan ini.
“Saya juga tahu mas kalo harga cabe dan sembako lainnya mengalami peningkatan, tetapi ga begini caranya demi mengantisipasi hal tersebut”, katanya.
Di sisi lain Mehdi (30) selaku penjual penyetan mengungkapkan bahwa hal ini terpaksa dilakukan demi memperoleh keuntungan seperti biasa.
“Ya mau gimana lagi, semua harga sembako naik, dari mulai cabe hingga beras, ya terpaksa saya sedikit menaikkan harga”, ujar Mehdi.
Sebagai salah satu penjual, Mehdi juga mengharapkan bagi semua pembeli untuk memaklumi kondisi seperti ini.
“Sebenarnya saya juga mengharapkan semua pembeli untuk maklum, soalnya ya seperti inilah pedagang, yang juga butuh untung demi menghidupi keluarganya”, imbuhnya.
Dari hasil pemantauan Sendok Garpu di beberapa pasar tradisional, cabe menjadi salah satu barang dagangan yang mengalami lonjakan harga lebih dari seratus persen. Dari yang semula 45.000/kg sekarang menjadi 100.000/kg.
Stright (Ilyas Istianur / 153070209)
Pernahkah anda mendengar dan merasakan ‘Soto Bathok’? Kini di kawasan kota Yogyakarta telah hadir soto yang mempunyai cita ras
a tersendiri bila dibandingkan dengan soto-soto yang lain.
Warung Soto Bathok yang terletak di Jl. Damai, Dayu, Sleman , Yogyakarta ini memiliki tempat yang cukup luas dengan kapasitas pengunjung sekitar 30 orang. Berdinding dari aneka macam anyaman bambu dan memiliki cat warna dominan merah, menjadi salah satu cirikhas dari warung ini.
Yang menjadi cirri utama dari Soto Bathok ini adalah melalui bentuk penyajianya. Soto Bathok disajikan dengan menggunakan bathok atau orang biasa menyebutnya tempurung kelapa. Mengapa disajikan dengan menggunakan bathok? Karena dengan penyajian seperti ini, soto akan tidak mudah dingin sehingga rasa kenikmatan soto akan terasa lebih awet.
Soto yang diramu dengan bumbu bumbu rempah alami pilihan, disajikan dalam semangkok Bathok atau Tempurung kelapa, yang mengandung norit, sehingga sangat berguna untuk kesehatan. Rasa yang menyegarkan usai bersantap kuliner dengan menu spesial Soto Bathok, menghasilkan sensasi tersendiri dilidah.
Warung Soto Bathok milik Anna Siswati ini, menawarkan menu menu spesial seperti : Soto Sapi, Soto IGA, Soto Babat, Sop Iga, Sop Babat, Sop Matahari. Anda tidak punya waktu berkunjung ke Warung Soto Bathok, asal anda berada di Yogyakarta, Anna Siswati siap mengirimkan Soto dan Sop yang di pesan dengan Delivery Service, silahkan hubungi : +62 274 9248941 .
Opini ( Ilyas Istianur P / 153070209 )
Starigth
Naiknya harga cabai yang kini mencapai 90ribu perkilo nampaknya kini mulai memberi dampak terhadap warung angkringan.Beberapa warung angkringan saat ini terpaksa mengurangi ketersediaan lombok.Salah satunya adalah warung angkringan kucing,angkringan di depan kampus UPN ini sudah beberapa hari setelah kenaikan harga cabai mulai mengurangi ketersediaan lomboknya.Kucing,sang pemiliki warung mengiyakan bahwa minimnya lombok tersebut disebabkan oleh melonjaknya harga cabai sehingga pihaknya terpaksa melakukan pengurangan.
"Harganya sangat mahal sehingga terpaksa dikurangi biar ga rugi",kata Kucing.Namun ia menambahkan bahwa naiknya harga cabai ini sejatinya tidak berpengaruh terhadap harga makanan dan juga minuman yang lain."Kalau makanan dan minuman masih sama",tambahnya.
Bagi para pelanggan angkringan,berkurangnya lombok cukup disesalkan terlebih lagi bagi mereka yang hobbi makan lombok ."Kalo makan gorengan kurang pas ga ada lomboknya",kata Rengga,salah seorang mahasiswa FISIP UPN.Namun dirinya pun juga memaklumi karena dipasaran lombok memang mahal."Saya tidak keberatan yang penting nasi tetep seribu",ujarnya.
Masenda M.153070145