Sengsu Spesial Scooby

Diposting oleh sendokgarpu
Sabtu, 19 Februari 2011

       
 Bagi Anda penggemar makanan guguk (anjing),tentu tidak akan melewatkan kesempatan untuk makan disini.Terletak di sebelah timur Tugu Jogja,kanan jalan sebelah oriflame,warung kecil ini menyediakan daging anjing yang lezat dan berbeda dibandingkan yang lain

.Memang untuk kawasan Jogja,terdapat banyak warung yang menjual sengsu,tapi kebanyakan hanya menyediakan menu-menu yang itu-itu saja seperti osenk-osenk dan rica. 

Kelebihan warung ini adalah menyediakan menu-menu khas yang cukup jarang ditemui.Yang paling spesial adalah sengsu keringnya.Dengan harga sekitar 10 ewu (ribu) rupiah Anda akan dapat menikmati kelezatannya.,Daging nya empuk dan memiliki rasa yang berbeda,tidak terlalu manis mau pun asin.Dijamin sensasi berbeda akan anda peroleh...
Terdapat juga menu seperti osenk-osenk dan rica yang bisa diapat dengan kisaran harga yang sama....
Berdasarkan keterangan dari pemilik,warung ini sudah mulai buka dari jam lima sore sampai malam.Silahkan coba dan rasakan...

  

Santoso The hard Drink

Diposting oleh sendokgarpu
Jumat, 14 Januari 2011


       Malam hari setelah Azan magrib berakhir nampak banyak orang yang mulai  memarkirnya kendaraan di tepi jalan.Terletak di antara deretan warung di sekitar gejayan dan bersebelahan dengan sebuah rumah makan tio ciu,satu per satu orang masuk ke dalam tempat tersebut.Terlihat sederhana,hanya dengan dihiasi kursi-kursi ala kadarnya,serta sebuah televisi kecil di atas.Nampak orang-orang menikmati hidangan disana yang hanya terdiri dari segelas minuman dan kerupuk beserta kacang.


Warung tersebut bernama Santoso,begitulah yang terpampang di dalamnya.Setiap harinya puluhan bahkan hingga ratusan orang memenuhi silih berganti di ruangan yang sempit tersebut.Sebagian pengunjung menganggap minuman santoso adalah sebuah jamu atau obat,sedangkan yang lain menganggapnya minuman keras.

Sebut saja Gtg,seseorang yang sudah cukup lama menjadi pelanggan mengaku memang yang dikonsumsi merupakan salah satu minuman beralkohol namun ia merasakan aroma yang lain yang ada di dalam segelas Santoso.Ia mengaku sudah bertahun-tahun menjadi pelanggan Santoso."Saya merasa minuman ini berbeda dengan yang lain",ujar pria berusia 25 tahun tersebut.

Di tengah maraknya club malam yang hadir di Jogja,Santoso mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar tersebut dalam hal menyediakan minuman keras.Berbekal harga yang murah dan  aroma yang khas,Santoso digemari hampir semua kalangan,baik pria mau pun wanita.Di salah satu kursi panjang nampak dua orang pasang setengah baya yang sedang menikmati minuman santoso sambil berbincang-bincang.
Tampak di luar ruangan terdapat sebuah mobil vios yang berhenti,kemudian keluar dua orang pria,yang kemudian masuk untuk memesan minuman.Dari suasana sekilas,tampaknya Santoso pun juga digemari oleh mereka yang memiliki penghasilan cukup mapan.

Segelas minuman memabukan tersebut dijual dengan harga Rp 10.000 dan satu liternya seharga Rp 38.000.Bagi yang jarang meminum,satu gelas saja sudah cukup untuk membuat kepala terasa pusing.Santoso mempekerjakan tiga orang pria bertubuh tambun sebagai pegawai,sedangkan sang pemiliki merupakan seorang wanita yang dilihat dari fisiknya sudah memasuki kepala 4.

Sang  pemilik sendiri menolak untuk diwawancari,namun berdasarkan keterangan salah seorang pelayannya sebut saja N mengatakan bahwa selama ini banyak pengunjung yang datang karena Santoso memiliki campuran dan aroma seperti ginseng yang tidak bisa dijumpai di tempat mana pun di Jogja.Ia menambahkan di warung tempatnya bekerja sangat jarang terjadi kerusuhan yang diakibatkan penunjung yang mabuk."Aman Mas,jarang ada yang rusuh",lanjutnya.

Malam semakin larut namun pengunjung yang datang tak juga berhenti,beberapa bahkan tidak mendapatkan tempat duduk dan memilih lesehan di sebelah warung.Pesona Santoso begitu besar bagi para penggemar kuliner alkohol ini.Namun yang terpenting adalah faktor keamanan,selama ini santoso aman untuk dikonsumsi sehingga para pelanggan tidak takut untuk kembali,setidaknya begitu menurut Jati,seorang pengunjung yang masih berusia 19 tahun."Kalo ga dicampur macam-macam Santoso tidak berbahaya,bahkan setelah minum badan rasanya enak",ujarnya.Meski demikian sejatinya minuman Santoso tetap berbahaya karena selama ini tidak pernah diuji kelayakan mau pun kadar alkoholnya.

Demi menjaga eksistensinya,Santoso membatasi jam buka,yang hanya sampai pukul 11 malam saja dan tutup selama bulan Ramadhan.Lebih lanjut lagi warung Santoso ini aman dari grebekan polisi mau pun ormas,,enurut salah satu sumber yang tidak mau disebut namanya,Santoso ini memiliki kerjasama dengan aparat sehingga relatif aman dari penggrebekan.

Tugas UAS

Diposting oleh sendokgarpu

Feature

Nasi Gandul Kuliner Khas Pati, di Jogja

Rabu, 12 Januari 2011

Apa yang akan terlintas di benak Anda jika Anda mendengar sebutan “nasi gandul”? Mungkin Anda akan mengira bahwasanya itu adalah nasi yang bergelantung, atau nasi yang digantungkan, atau mungkin hal-hal lain yang berkaitan dengan hal “gandul” tergantung dari imajinasi seseorang. “Pertama kali saya mendengar nasi gandul, yang saya pikirkan, apakah nasinya itu digantung? Namanya gondal-gandul?” tutur Tina (24) mahasiswi asal Palembang. Berbeda lagi dengan penuturan Denta (22), mahasiswi asal Tulungagung, “saya penasaran, apa artinya ‘gandul’?” Akan tetapi, hal itu tidak akan terjadi apabila yang mendengar sebutan tersebut adalah masyarakat Pati (Jawa Tengah) dan sekitarnya.

Nasi gandul merupakan masakan khas daerah Pati (daerah pesisir Jawa Tengah, merupakan jalan pantai utara Jawa). Akan tetapi, konon menurut cerita, daerah di Pati yang memopulerkan nasi gandul ini adalah desa Gajahmati (arah selatan teminal bus Pati). Jika ditelusuri asal-usul pemberian nama nasi gandul, banyak versi yang mengemukakan tentang hal tersebut.

Versi pertama mengatakan bahwa nama nasi gandul adalah nama pemberian dari pembeli. Dulu, di daerah Pati, penjual nasi gandul menjajakan nasinya dengan menggunakan pikulan yang berisi kuali (tempat kuah nasi gandul) di satu sisi, dan bakul nasi serta peralatan makan nasi gandul di sisi lain. Kemudian, pikulan tersebut digotong dan dijajakan sehingga pikulan tersebut naik-turun seirama dengan langkah penjualnya. Oleh sebab itu, masyarakat kemudian menamainya nasi gandul.

Versi kedua, nama nasi gandul terinspirasi dari cara penyajian nasi gandul yang unik. Cara penyajiannya: piring yang telah dilapisi oleh daun pisang, kemudian diisi oleh nasi, baru setelah itu diberi kuah. Karena penyajian yang serupa itu, oleh para pembeli menyebut bahwa nasi dan kuah itu mengambang; menggantung (tidak menyentuh piring).

Versi ketiga mungkin dahulu hanya sebagai bahan banyolan masyarakat Pati. Dikisahkan bahwa penjual (seorang pria) yang menjajakan nasi tersebut dengan cara berkeliling, memakai sarung. Ketika penjual tersebut duduk dan melayani pembeli, sarung penjual tersebut tersingkap dan kelihatan alat kelaminnya yang ‘gondal-gandul’. Kemudian, sejak saat itu orang menyebut nasi itu adalah nasi gandul.

Seiring dengan berkembangnya waktu, nasi gandul yang mulanya dijajakan dengan menggunakan pikulan dan hanya dikenal oleh masyarakat Pati kini telah menempati warung serta dikenal oleh masyarakat luas. Di Jogja misalnya, menjajakan nasi gandul diwarung telah ditekuni oleh beberapa orang.

Kembali ke warung nasi gandul, ada yang khas dalam warung nasi gandul tersebut. Pikulan yang telah dijelaskan di atas tetap dipakainya untuk tempat kuali kuah dan nasi. Hanya bedanya, pikulan ini untuk memperjelas kekhasan nasi gandul dan nilai estetik yang antik. Penyajian nasi gandul juga khas, yaitu menggunakan piring yang dilapisi daun pisang sebelum diberi nasi dan kuah. Daun pisang yang biasa digunakan adalah daun pisang kluthuk (pisang biji). Hal ini digunakan untuk memberi aroma segar terhadap kuah. Sebagai lauknya, biasanya di warung nasi gandul menyediakan daging sapi, babat, kikil, hati, iso, paru, lidah, perkedel, tempe goreng, dan telur ayam, serta bisa juga dengan pencampuran beberapa lauk tersebut. Adapun tempe goreng, juga menjadi ciri khas warung nasi gandul. Tempe goreng yang disajikan sangat garing dan renyah. Tempe tersebut sebelum digoreng terlebih dahulu direbus dengan menggunakan santan, atau bisa juga dengan merendam potongan tempe dengan air injet (kapur) semalaman. Selain warung dan cara penyajiannya yang khas, rasa nasi gandul akan membuat pembeli ketagihan.

Jika sekarang Anda berada di Jogja, Anda tidak perlu kawatir untuk repot-repot menjelajah kota Pati. Di daerah Sleman (Jogja), ada dua warung (yang penulis ketahui) yang menyediakan nasi gandul. Warung yang pertama berada di jalan Kaliurang, km. 9,3 dengan nama warung “Lexus” (sebelah barat, sebelum pertigaan rambu lalulintas). Warung ini dulunya bertempat di jalan Kaliurang sekitar km. 8 (dekat PLN). Sudah tujuh tahun pemilik warung nasi gandul yang asli orang Pati ini menjalani kiprahnya. Warung yang kedua bisa ditemui di jalan Prof. Yohanes no. 1060, Terban. Pemiliknya adalah Kristi Yuliani. Beliau sudah berkiprah selama lebih kurang empat tahun. Kedua warung ini sama-sama menjual nasi gandul dengan lauk yang rata-rata sama. Rasanya pun hanya berbeda sedikit. Akan tetapi, ada yang berbeda dalam soal rasa khas seperti nasi gandul yang dijual di Pati. Di Pati, kecap yang digunakan untuk menyedapkan rasa nasi gandul adalah kecap dari Pati yaitu cap “Gentong” atau “Lele”. Silakan ditimbang sendiri kekhasan nasi gandul karena warung pertama menggunakan kecap khas dari Pati yaitu kecap “Gentong”, sedangkan warung kedua menggunakan kecap “Bangau”.

Harga per porsi di setiap warung juga bervariasi tetapi tetap terjangkau dikantong mahasiswa, yaitu berkisar Rp4.500,00 – Rp11.000,00. Namun, jika ada yang berminat untuk membuat sendiri.
 (ADHITYA PANDU MURTI /153070228)





Indepht Reporting.
Oleh-oleh sebagai Ikon Kota
Rabu,12 Januari 2011

Di masa lalu, industri kreatif di bidang oleh-oleh masih belum seberapa berkembang dibanding saat ini. Contohnya, sekitar 20 tahun yang lalu, penumpang pesawat terbang dari Medan atau Makassar biasanya tampak menjinjing dua botol sirop markisa sebagai oleh-oleh.

Sekarang, pemandangan seperti itu sudah passe. Di areal check in bandara Polonia, Medan, kita akan melihat ratusan boks Bolu Gulung Meranti atau Bika Ambon Zulaikha (dan merk-merk lain). Di Makassar, kita juga melihat banyak penumpang membawa termos plastik besar berisi kepiting saus padang dari beberapa Restoran.

Hampir setiap kota Indonesia kini memiliki industri oleh-oleh – baik makanan kering maupun basah – dalam skala ekonomi yang cukup besar. Orang tidak lagi sekadar menenteng satu besek berisi sepuluh lumpia, melainkan membeli beragam oleh-oleh yang dikemas dalam dus besar dan dibawa terbang sebagai bagasi.

Di kawasan Pasar Genteng, Surabaya, juga di ruas jalan utama Sidoarjo, misalnya, banyak sekali toko yang khusus menjual oleh-oleh. Mulai dari berbagai jenis krupuk, trasi, petis, dan jajanan lain. Di bagian lain, ada pula yang menjual bandeng asap dan lidah sapi asap. Setiap pembeli membelanjakan ratusan ribu rupiah untuk oleh-oleh yang akan dibawa pulang dan dibagikan kepada kerabat dan handai taulan.

Palembang, Jambi, Pangkalpinang, dan Tanjungpandan juga merupakan kota-kota dengan industri krupuk dan kemplang yang sangat populer sebagai oleh-oleh. Keempat kota ini punya pempek dan otak-otak istimewa yang sering diincar para pembelanja oleh-oleh. Selain itu, toko-toko oleh-oleh di Pangkalpinang dan Tanjungpinang juga punya andalan lain: sambalingkung (abon dari ikan laut), trasi, dan kulat pelawan (jamur khusus yang enak dimasak kari).

Bandung di masa lalu kebanyakan dikenal dengan kripik oncom dan peuyeum (tape singkong). Sekalipun peuyeum masih cukup populer hingga sekarang, tetapi kripik oncom sudah mulai terpinggirkan. Penggantinya adalah brownies kukus, pisang molen, kue sus, dan juga yoghurt. Ada beberapa toko roti di Bandung yang punya nama bagi banyak penggemarnya.

Semarang punya beberapa andalan oleh-oleh. Lumpia yang diisi rebung (tunas bambu), ebi, udang, dan telur, merupakan oleh-oleh populer. Kalau mau yang lebih tahan lama, pilihannya adalah wingko babat – dibuat dari ketan dan parutan kelapa. Kota-kota Pantura di dekat Semarang juga menyumbangkan banyak items oleh-oleh, seperti: bandeng duri lunak dan bandeng asap dari Juwana, jenang (dodol) dari Kudus, krupuk udang dari Rembang dan Jepara.

Sekarang sudah tidak banyak lagi penumpang pesawat dari Yogyakarta yang menenteng gudeg kendil. Dari kota ini sekarang orang kebanyakan membawa oleh-oleh yang praktis dan ekonomis, yaitu: bakpia. Padahal, di Yogya banyak sekali jajanan basah maupun kering yang pantas dibawa sebagai oleh-oleh. Jajanan basah misalnya adalah: kipo dari Kotagede, jadah dan tempe bacem dari Kaliurang. Jajanan kering yang populer adalah: rempeyek dan geplak dari Bantul. Butet Kartaredjasa memberi gagasan untuk membawa oleh-oleh berupa empal goreng yang dapat dibeli di Pasar Bringharjo.

Senyampang sekarang Departemen Perdagangan sudah punya perhatian pada sektor kuliner, ada baiknya bila juga memerhatikan subsektor oleh-oleh ini. Menurut beberapa pendapat, bila digali dan dikaji secara mendalam, setiap kota besar Indonesia – khususnya yang punya bandara – harus dapat menampilkan setidaknya satu jenis oleh-oleh yang dapat dikembangkan hype-nya sehingga menjadi ikon kota yang bersangkutan. Semarang Kota Lumpia. Yogyakarta Kota Jadah Manten. Manado Kota Nasi Kuning. Dan sebagainya! Jakarta pun perlu punya oleh-oleh yang ikonik, supaya jangan hanya Dunkin’ Donuts atau Roti Boy yang ditenteng penumpang di Bandara Soekarno-Hatta.

Bayangkan, bila setiap penumpang pesawat terbang menenteng satu kemasan oleh-oleh dari setiap bandara pemberangkatan, berapa nilai ekonomi baru yang dapat dibangkitkan? Apalagi bila dipikirkan pula sistem produksinya secara bertingkat agar menguntungkan para pelaku ekonomi golongan kecil dan menengah. Ekonomi rakyat di bidang kuliner adalah kekuatan kita sejak dulu.

Yang juga sangat perlu dipertimbangkan adalah kemasan serta usia produk. Alangkah kecewanya kita bila membawa ayam panggang kalasan yang ternyata sudah basi ketika tiba di rumah. Berbagai jenis kue basah juga cukup rentan terhadap waktu, sehingga perlu ditangani secara khusus. Klappertaart dari Manado repot dibawa untuk perjalanan jauh.

Industri oleh-oleh merupakan subsektor ekonomi yang sangat khas Indonesia. Di bagian dunia lainnya, jarang sekali saya melihat fenomena ini. Di Amerika Serikat, misalnya, beberapa kota besar memiliki ikon kuliner yang cukup populer. Tetapi, hampir semuanya merupakan makanan yang harus disantap di tempat. Takeaway hanya sebatas membawa makanan dari restoran ke rumah, bukan dari satu kota ke kota lain. Hal yang sama juga berlaku di Eropa. Bahkan di negara-negara Asia yang lain pun saya belum melihat tradisi berbelanja oleh-oleh seperti di Indonesia.

Justru karena merupakan satu hal yang sangat khas, mestinya sektor bisnis oleh-oleh ini harus dipikirkan lagi secara selangkah ke depan, khususnya untuk memberi kemudahan bagi konsumen yang pada gilirannya pasti akan menggelembungkan nilai ekonominya.
(ADHITYA PANDU MURTI /153070228) 




Straight News
Warung Makan di Kawasan Kaliurang Sepi Pembeli Pasca Letusan Merapi
kamis,30 Desember 2010

Sejumlah warung makan yang terdapat di sepanjang kawasan jalan Kaliurang kilometer 5,5 tampak sepi pembeli pascaletusan Gunung Merapi yang mengeluarkan debu vulkanik hingga ke kota Yogyakarta, padahal sebelumnya kawasan itu selalu ramai pembeli.

"Semenjak Merapi meletus dahsyat pada Kamis (4/11) malam lalu, warung makan kami sepi pengunjung karena banyaknya debu dan sebagian orang banyak yang mengungsi," kata Triyono salah seorang pemilik warung makan di kawasan tersebut.

Ia mengatakan, dampak letusan Merapi ini sempat membuat warung makan ini tutup selama tiga hari, karena banyaknya debu di sepanjang jalan Kaliurang, Kabupaten Sleman.

"Kami memang sengaja menutup warung selama tiga hari, selain dampak letusan yakni debu vulkanik, juga kondisi pembeli yang sangat sepi, kalaupun dipaksa untuk dibuka, takutnya makanan yang dijual tidak laku," katanya.

Triyono juga mengatakan, dampak dari letusan Merapi ini membawa kerugian dalam bisnis makanan yang dikelolanya. "Kami mengalami kerugian khususnya omzet pendapatanya menurun , karena banyak orang yang mengungsi sehingga jumlah pembeli cenderung sepi," katanya.

Semenjak pascaletusan Merapi tersebut, jumlah pendapatan dan tingkat penjualan menurun sangat signifikan. "Dalam satu hari kami hanya mampu memperoleh sekitar Rp800.000 saja, sebelumnya mencapai Rp1 juta lebih, dan terkadang makanan yang tidak laku terjual terbuang sia-sia karena sepinya pembeli," katanya.

Sementar itu, debu vulkanik yang sampai ke kawasan ini juga mempengaruhi tingkat penjualan dan jumlah pembeli, karena sebagian pembeli mementingkan kebersihan.

"Dampak debu juga mempengaruhi akibatnya sebagian orang enggan membeli makanan yang kondisi warungnya agak terbuka, karena banyak debu yang berterbangan kemana-mana," katanya. 
(ADHITYA PANDU MURTI /153070228) 


 
Tema Opni Kuliner.
Yogya Dengan  ke Istimewaan Gudegnya 
Kamis, 30 Desember 2010 
Bicara tentang kuliner memang tiada habisnya apa lagi di Yogyakarta yang terkenal dengan keistimewaanya maka tak jarang kulinernya itu pun juga istimewa. Yogyakarta sering disebut sebagai Kota Gudeg. Maklum, dari kota inilah gudeg mulai menyebar ke seluruh antero Nusantara dan menjadi sajian populer. Gudeg hadir dalam dua versi, yaitu, kering dan basah. Gudeg kering adalah gudeg yang setelah direbus kemudian ditiriskan dan digoreng tanpa minyak dengan menambahkan gula merah. Kebanyakan gudeg kering mempunyai citarasa manis yang intens. Sedangkan gudeg basah cenderung kurang manis. Ada jenis gudeg lain yang populer, yaitu gudeg manggar. Manggar adalah putik bunga kelapa muda yang dipakai sebagai bahan utama menggantikan nangka muda.  Penggunaan manggar sebagai pengganti nangka muda merupakan bentuk perlawanan di masa lalu.  Konon, sebagian rakyat Bantul pada masa Perang Diponegoro melawan kekuasaan Sultan Hamengkubuwono yang pada waktu itu mereka anggap memihak pada kepentingan Hindia-Belanda. Kuliner Perlawanan inilah yang kemudian menghasilkan gudeg manggar.
Secara umum, gudeg manggar mempunyai citarasa yang sama dengan gudeg nangka muda. Ini disebabkan karena bumbu-bumbu yang dipakai persis sama. Sekalipun pada umumnya gudeg manggar juga bercita rasa manis, tetapi setiap dapur tentu mempunyai kekhasan masing-masing. Misalnya, ada yang memakai tempe sebagai bumbu, sehingga menghasilkan citarasa yang sangat khas. Di dapur lain, tempe tidak dipergunakan, tetapi mereka memakai tulang dan kulit ayam untuk membuatnya lebih gurih. Selalu ada kreativitas khas untuk membuat gudeg manggar lebih istimewa.
Seperti halnya gudeg, gudeg manggar pun biasanya disandingkan dengan berbagai lauk-pauk, seperti, opor ayam berkuah kental, sambal goreng krecek, tahu dan tempe bacem, dan lain-lain. Gudeg manggar sempat menjadi langka karena kehilangan peminat. Namun, sejak beberapa tahun belakangan, gudeg manggar kembali naik daun setelah beberapa media massa menampilkannya sebagai kuliner pusaka yang wajib dilestarikan. Di berbagai festival kuliner pun hampir dapat dipastikan kehadiran gudeg manggar yang mendapat perhatian ramai.





 


Angkringan, Bagian Dari Tenda Rakyat

Diposting oleh sendokgarpu
Kamis, 13 Januari 2011


Yogyakarta merupakan salah satu kota yang berpredikat istimewa yang dimiliki oleh Indonesia. Aneka ragam budaya dan masakan banyak terdapat di profinsi yang juga dijuliki sebagai kota pelajar ini. Tidak semua kalangan masyarakat kota Yogyakarta selalu menginginkan makanan yang serba enak dan mahal. Sesuatu yang bernuansa merakyat dan sederhana justru menjadi salah satu daya tarik dari kota Yogyakarta.

Angkringan merupakan tempat makanan sederhana yang banyak kita temukan di pinggiran jalan kota Yogyakarta, mulai dari pinggiran jalan kota hingga gang-gang sempit di tengah pemukiman padat penduduk. Warung sederhana yang hanya beratapkan tenda ukuran 3x4 meter ini merupakan salah satu tempat favorit bagi sebgaian kalangan.
“Untuk mahasiswa seperti kami ini, warung angkringan merupakan tempat favorite”, ungkap Nanang (22), sebagai salah satu pelanngan yang juga mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional (UPN) ‘Veteran’ Yogyakarta kepada Sendok Garpu, Selasa (11/01/2011).

Nasi sambel, aneka macam sate, gorengan, serta berbagai wedang menjadi menu andalan yang dimiliki Angkringan. Tidak hanya itu, angkringan juga menyediakan masakan mie instan yang bila dibandingkan dengan warung-warung makanan yang lain harganya jelas lebih murah.

“Cirikhas angkringan ya seperti ini, nasi kucing, gorengan, sate-satean dan wedang”, kata salah satu pedagang angkringan, Yanto (38), yang berjualan di sepanjang Jl.Selokan Mataram, Yogyakarta.

Warung yang sebgaian orang juga menyebutnya dengan ‘Tenda Tiga Ceret’ ini mulai mengepakkan tendanya mulai dari pukul 09.00 pagi hingga sore hari sekitar pukul 16.00. Ada juga pedagang angkringan yang mulai buka sore hari dan mulai tutup pada dini hari sekitar pukul 01.00.

Ada yang unik dari fenomena maraknya angkringan ini, mauyoritas pedagangnya berasal dari daerah kecamatan Bayat (Klaten) dan Wonosari (Gunung Kidul, Yogyakarta). Para warga pedagang angkringan asal kedua kota tersebut tidak hanya menyebar di beberapa wilayah Yogyakarta saja, tetapi juga wilayah lain seperti Klaten, Solo, Semarang,dan Sragen.

Apabila anda ke Yogyakarta, warung makan sederhana seperti inilah yang perlu anda rasakan sensasi merakyatnya. Warung yang hanya bertendakan sebuah terpal dan bermodalkan senthir (teplok) sebagai alat penerangannya, ya itulah Angkringan.

Feature ( Ilyas Istianur P / 153070209)

Sejumlah mahasiswa yang sedang menempuh kuliah di kota Yogyakarta mulai merasakan dampak dari melonjaknya harga sembako belakangan ini. Akibatnya, para mahasiswa kerap memprotes beberapa penjual makanan karena harga dan porsi makanan dikurangi.



Hal ini terlihat di salah satu warung penyetan yang berada di Jl.Babarsari, Catur Tunggal, Sleman, Yogyakarta. Dede (25), salah satu pembeli yang mengeluhkan hal tersebut terlihat mengembalikan makanan yang sudah dia pesan .

“Masa harganya naik dan porsinya juga dikurangin, klo kaya gini kan saya sebgai pembeli juga sedikit kecewa”, ungkap Dede kepada Sendok Garpu, Senin malam (10/01/2010).

Dede juga mengungkapkan bahwa dirinya sebenarnya juga tahu terkait melonjaknya harga sembako yang terjadi belakangan ini.

“Saya juga tahu mas kalo harga cabe dan sembako lainnya mengalami peningkatan, tetapi ga begini caranya demi mengantisipasi hal tersebut”, katanya.

Di sisi lain Mehdi (30) selaku penjual penyetan mengungkapkan bahwa hal ini terpaksa dilakukan demi memperoleh keuntungan seperti biasa.

“Ya mau gimana lagi, semua harga sembako naik, dari mulai cabe hingga beras, ya terpaksa saya sedikit menaikkan harga”, ujar Mehdi.

Sebagai salah satu penjual, Mehdi juga mengharapkan bagi semua pembeli untuk memaklumi kondisi seperti ini.

“Sebenarnya saya juga mengharapkan semua pembeli untuk maklum, soalnya ya seperti inilah pedagang, yang juga butuh untung demi menghidupi keluarganya”, imbuhnya.

Dari hasil pemantauan Sendok Garpu di beberapa pasar tradisional, cabe menjadi salah satu barang dagangan yang mengalami lonjakan harga lebih dari seratus persen. Dari yang semula 45.000/kg sekarang menjadi 100.000/kg.

Stright (Ilyas Istianur / 153070209)

Cita Rasa 'Soto Bathok'

Diposting oleh sendokgarpu

Pernahkah anda mendengar dan merasakan ‘Soto Bathok’? Kini di kawasan kota Yogyakarta telah hadir soto yang mempunyai cita ras


a tersendiri bila dibandingkan dengan soto-soto yang lain.

Warung Soto Bathok yang terletak di Jl. Damai, Dayu, Sleman , Yogyakarta ini memiliki tempat yang cukup luas dengan kapasitas pengunjung sekitar 30 orang. Berdinding dari aneka macam anyaman bambu dan memiliki cat warna dominan merah, menjadi salah satu cirikhas dari warung ini.

Yang menjadi cirri utama dari Soto Bathok ini adalah melalui bentuk penyajianya. Soto Bathok disajikan dengan menggunakan bathok atau orang biasa menyebutnya tempurung kelapa. Mengapa disajikan dengan menggunakan bathok? Karena dengan penyajian seperti ini, soto akan tidak mudah dingin sehingga rasa kenikmatan soto akan terasa lebih awet.

Soto yang diramu dengan bumbu bumbu rempah alami pilihan, disajikan dalam semangkok Bathok atau Tempurung kelapa, yang mengandung norit, sehingga sangat berguna untuk kesehatan. Rasa yang menyegarkan usai bersantap kuliner dengan menu spesial Soto Bathok, menghasilkan sensasi tersendiri dilidah.

Warung Soto Bathok milik Anna Siswati ini, menawarkan menu menu spesial seperti : Soto Sapi, Soto IGA, Soto Babat, Sop Iga, Sop Babat, Sop Matahari. Anda tidak punya waktu berkunjung ke Warung Soto Bathok, asal anda berada di Yogyakarta, Anna Siswati siap mengirimkan Soto dan Sop yang di pesan dengan Delivery Service, silahkan hubungi : +62 274 9248941 .

Opini ( Ilyas Istianur P / 153070209 )

Harga Naik,Angkringan Minim Cabe

Diposting oleh sendokgarpu

Starigth


Naiknya harga cabai yang kini mencapai 90ribu perkilo nampaknya kini mulai memberi dampak terhadap warung angkringan.Beberapa warung angkringan saat ini terpaksa mengurangi ketersediaan lombok.Salah satunya adalah warung angkringan kucing,angkringan di depan kampus UPN ini sudah beberapa hari setelah kenaikan harga cabai mulai mengurangi ketersediaan lomboknya.Kucing,sang pemiliki warung mengiyakan bahwa minimnya lombok tersebut disebabkan oleh melonjaknya harga cabai sehingga pihaknya terpaksa melakukan pengurangan.

"Harganya sangat mahal sehingga terpaksa dikurangi biar ga rugi",kata Kucing.Namun ia menambahkan bahwa naiknya harga cabai ini sejatinya tidak berpengaruh terhadap harga makanan dan juga minuman yang lain."Kalau makanan dan minuman masih sama",tambahnya.

 Bagi para pelanggan angkringan,berkurangnya lombok cukup disesalkan terlebih lagi bagi mereka yang hobbi makan lombok ."Kalo makan gorengan kurang pas ga ada lomboknya",kata Rengga,salah seorang mahasiswa FISIP UPN.Namun dirinya pun juga memaklumi karena dipasaran lombok memang mahal."Saya tidak keberatan yang penting nasi tetep seribu",ujarnya.



Masenda M.153070145

Blogger Template New Plus Blue

Designed by : Edo Pranata XML Coded by : Edo Pranata